Novel dan Cerpen

Novel dan Cerpen

Revolusi

"Revolusi"



                      Meski Che Guevara, tokoh revolusi Kuba, bukan satu-satunya orang yang bisa menjadi inspirasi kaum revolusiener di seluruh dunia, tapi namanya sangat populer di kalangan muda kita saat ini. Terlepas jalan salah yang dilaluinya, Che sudah menjadi semangat dalam mengobarkan revolusi.
Negara-negara pecahan Uni Soviet seperti kompak untuk bergolak. Bulan Maret lalu, Kirgistan bergolak, bahkan memaksa Askar Askayev kabur menuju Moskow dengan meninggalkan kekuasaannya. Kirgistan pun berubah dengan sebuah revolusi yang diusulkan diberi nama “Revolusi Tulip”. Satu bulan sebelumnya, Georgia juga panas. Bahkan berhasil menumbangkan kekuasaan Perdana Menteri Zurab Zhvania, sekaligus dia menjadi korban revolusi itu, dengan meregang nyawa di flatnya di Tblisi.

Bukan saja Kirgistan dan Georgia, Desember 2004 silam rakyat negerinya Andrey Sevchenko, Ukraina, mengobarkan “Revolusi Oranye” ketika berhasil meruntuhkan pemerintahan diktator Viktor Yanukovych.
Banyak pengamat politik yang menyimpulkan bahwa kasus-kasus revolusi yang berlangsung di negara-negara bekas pecahan Uni Soviet sebagai sebuah gerakan anti status quo. Mereka sudah bosan dengan pemerintahan selama ini yang cenderung otoriter. Bahkan sangat menyengsarakan rakyat.
Menarik juga mengikuti perkembangan ini. Sebab, biasanya sebuah revolusi itu akan dihembuskan manakala rakyat menginginkan sebuah perubahan yang lebih baik. Bukan tak mungkin pula jika di negeri ini akan terjadi sebuah revolusi. Entah kemudian berdampak baik atau malah tambah buruk. Tapi yang jelas, sebuah revolusi biasanya akan lahir dari kondisi yang buruk, dan terus memburuk, sementara saluran dialog tersumbat. Jalan satu-satunya, melakukan ‘pemberontakan’ dengan label revolusi.
Kenaikan harga BBM yang diputuskan pemerintahan SBY, jika kemudian dampaknya secara signifikan akan membawa kesengsaraan bagi rakyat banyak, bukan tak mungkin justru menjadi kunci pembuka untuk lahirnya sebuah revolusi. Kaum revolusioner akan sangat berterima kasih kepada pemerintah karena telah memberikan alasan yang kuat dan sangat logis untuk terjadinya sebuah revolusi. Rakyat sudah terlalu capek dan sakit dengan segala kebijakan yang memberatkan dari pemerintah.
Kenaikan harga BBM, memang bukan satu-satunya faktor pemicu revolusi, karena banyak masalah lain yang lahir akibat diterapkannya kapitalisme-sekularisme sebagai ideologi negara. Ini seharusnya cukup menguatkan untuk terjadinya sebuah revolusi.
Hanya saja, agar sebuah revolusi itu bermakna dan benar, tentunya harus dirancang dengan sangat matang. Apa yang harus kita kampanyekan, program apa saja yang bisa dijadikan sebagai alternatif untuk perubahan itu, dengan jalan apa revolusi harus ditempuh. Ini penting, supaya tidak keluar dari mulut harimau, malah masuk mulut buaya.
Rasulullah saw. sendiri adalah seorang revolusioner handal. Mampu mengubah kondisi masyarakat. Bukan hanya masyarakat Mekah, tapi juga seluruh jazirah Arab, bahkan dilanjutkan oleh para sahabatnya ke Eropa, Asia. Pada masa Umar bin Khaththab saja, hampir sepertiga dunia ini dijamah oleh Islam di bawah naungan Daulah Khilafah Islamiyah. Kini, lebih dari 1 miliar umat Islam menjadi penghuni dunia ini (tapi tidak hidup di bawah naungan Islam).


Itu sebabnya, sangat wajar jika kita mengikuti metode revolusi dari Rasulullah saw. Maka, yang harus dikampanyekan sekarang adalah Islam sebagai solusi atas kerusakan yang diakibatkan ideologi lain. Melalui dakwah yang benar dan jelas, rasa-rasanya bukan mustahil jika umat ini akan banyak yang paham dengan visi dan misi yang ditawarkan Islam. Sehingga, umat menjadi tercerahkan pemikirannya untuk segera bangkit dari keterpurukan dan melakukan revolusi. Light up the world with Islam!


Post a Comment

0 Comments