Siapa
bilang demokrasi menciptakan kemaslahatan? Kenyataannya ia menindas
kemanusiaan. Melegalkan amoralitas. Benarkah ia cacat sejak lahir?
Kalau
ciptaan manusia yang dipuja bahkan disembah banyak orang, maka itu adalah
demokrasi. Suer, baca aja di berbagai literatur, koran, majalah atau denger
komentar para pakar di radio dan televisi, bahkan para khatib dan ustad di
mesjid, mereka mengagungkan demokrasi. Seolah-olah demokrasi itu adalah sesuatu
yang sakral (suci), bebas dari kesalahan.
Memperjuangkan
demokrasi juga sudah dianggap sebagai perjuangan suci, dan pelakunya layak
mendapat gelar pahlawan. Momen penegakkan demokrasi pun lebih dihapal orang
daripada momen yang lain, apalagi perjuangan Islam. Orang lebih terkesan dengan
Tragedi Tiananmen di Cina yang menelan banyak korban mahasiswa pro-demokrasi,
atau lebih terkesan dengan Aung San Su Kyi di Birma yang juga memperjuangkan
demokrasi, daripada perjuangan muslim Palestina. Orang yang memekikkan
demokrasi pun serasa lebih heroik ketimbang meneriakkan khilafah atau Islam.
Bahkan
kini ada upaya mengerdilkan Islam di hadapan demokrasi, dengan mengatakan bahwa
demokrasi adalah bagian dari ajaran Islam. Bahkan tidak sedikit orang berani
bilang kalau demokrasi itu ya Islam itu sendiri. Malah beberapa waktu silam
seorang cendekiawan muslim di tanah air dengan berani menyebutkan bahwa Allah
itu Mahademokratis. Subhanallah amma yashifuun.
Penyebab
demokrasi amat disakralkan, karena ia konon lahir dari sebuah revolusi
berdarah-darah umat manusia melawan kedzaliman, praktik otoritarian. Yaitu
upaya reaksioner kaum filsuf, cendekiawan dan rakyat nasrani yang ditindas para
kaisar di Eropa yang disahkan pihak gereja. Sejarah yang kemudian didramatisir
ini lalu dianggap sebagai sebuah pencerahan [renaissance] umat manusia dari
kegelapan [aufklarung/dark ages].
Demokrasi
juga dianggap sebagai ideologi suci anti tiran dan kediktatoran. Ia dianggap
sebagai suara rakyat. Slogannya; dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Atau demokrasi itu adalah perwujudan dari spirit liberte, egalite, fraternite
(kebebasan, kesamaan, dan persaudaraan). Melawan demokrasi berarti melawan
suara rakyat, dan suara rakyat itu adalah kebenaran. Dengan gegabah para
pendukung demokrasi sesumbar suara rakyat adalah suara tuhan (vox populi, vox
dei).
Tapi
benarkah demokrasi itu segala-galanya? Ide yang tak pernah salah?
Sejarah Demokrasi
Seperti yang kita sering baca dalam pelajaran sejarah atau PPKN [dulu PMP], negara yang pertama kali melaksanakan sistem demokrasi adalah Athena. Ia tepatnya berupa negara-kota yang terletak di Yunani. Menurut pelajaran yang sering kita baca, di Athena, pemerintahan dijalankan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Seperti yang kita sering baca dalam pelajaran sejarah atau PPKN [dulu PMP], negara yang pertama kali melaksanakan sistem demokrasi adalah Athena. Ia tepatnya berupa negara-kota yang terletak di Yunani. Menurut pelajaran yang sering kita baca, di Athena, pemerintahan dijalankan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Proses
pemerintahan di Athena itu dimulai oleh Kleistenes pada tahun 507 sebelum
Masehi dengan perubahan konstitusi dan diselesaikan oleh Efialtes pada tahun
462-461 sebelum Masehi. Efialtes melucuti kekuasaan kaum aristokrat kecuali
beberapa fungsi hukum dalam? perkara pembunuhan, dan beberapa tugas
keagamaan. Karena tindakan ini para bangsawan membunuh Efialtes, tetapi
demokrasinya tetap hidup.
Setelah
kematian Efialtes, tidak ada badan politik yang lebih berkuasa daripada Dewan
Rakyat. Dewan Rakyat di Athena terbuka bagi semua warga negara lelaki yang
merdeka dan sudah dewasa, tidak peduli pendapatan atau tingkatannya. Pertemuan
diadakan 40 kali setahun, biasanya di suatu tempat yang disebut Pniks, suatu
amfiteater alam pada salah satu bukit di sebelah barat Akropolis. Dalam teori,
setiap anggota Dewan Rakyat dapat mengatakan apa saja, asalkan ia dapat
menguasai pendengar. Tetapi demi alasan praktis, acara resmi juga ada. Acara
ini disiapkan oleh sebuah Panitia yang terdiri dari 500 orang, 50 orang dari
setiap suku bangsa Attika yang semuanya meliputi 10 suku. Mereka itu dipilih
dengan undian dari daftar sukarelawan, yang semuanya warga negara berumur 30
tahun lebih. Panitia ini tidak mengekang Dewan Rakyat, tetapi hanya mempermudah
segala langkahnya. Anggota Panitia selalu dibayar dan bertugas selama satu
tahun. Sesudah selang waktu, ia dapat dipilih lagi untuk tahun kedua, tetapi
tidak pernah bertugas selama lebih dari dua tahun.
Dalam
Panitia itu terdapat panitia yang lebih kecil dan terdiri dari 50 orang.
Panitia ini disebut Pritanea dan berkumpul setiap hari; praktis merekalah yang
menjalankan pemerintahan. Susunan Pritanea diubah 10 kali dalam setahun dan
ketuanya, kedudukan eksekutif paling tinggi, berganti setiap hari. Dalam teori
tidak ada orang yang cukup lama memegang tampuk kekuasaan sehingga merasa
mengakar di dalamnya. Tetapi dalam kenyataan kemungkinan ini terbuka bagi suatu
golongan orang: 10 panglima angkatan bersenjata yang langsung dipilih dari
Dewan Rakyat dan bertugas selama satu tahun. Seorang panglima dapat dipilih
kembali berkali-kali.
Salah
seorang tokoh penting pada masa jaya Athena ialah Perikles, seorang prajurit,
aristokrat, ahli pidato, dan warga kota pertama. Pada musim dingin tahun
431-430 sebelum Masehi, ketika perang Peloponnesus mulai, Perikles menyampaikan
suatu pidato pemakaman. Alih-alih menghormati yang gugur saja, ia memilih
memuliakan Athena:
“Konstitusi
kita disebut demokrasi, karena kekuasaan tidak ada di tangan segolongan kecil
melainkan di tangan seluruh rakyat. Dalam menyelesaikan masalah pribadi, semua
orang setara di hadapan hukum; bila soalnya ialah memilih seseorang di atas
orang lain untuk jabatan dengan tanggung jawab umum, yang diperhitungkan bukan
keanggotaannya dalam salah satu golongan tertentu, tetapi kecakapan orang itu.
Di sini setiap orang tidak hanya menaruh perhatian akan urusannya sendiri,
melainkan juga urusan negara. … Tetapi yang benar-benar dapat disebut berani
ialah orang yang sudah mengerti apa yang enak di dalam hidup ini dan apa yang
menggemparkan, lalu maju tanpa gentar untuk menghadapi apa yang datang.”
Perbudakan & Diskriminasi Wanita
Nyatanya, Athena bukanlah sebuah negara yang beradab. Slogan demokrasi yang sering menjulang dengan kata-kata liberte, fraternite, dan egalite, tidak pernah terwujud di Athena. Para ahli sejarah mencatat bahwa Athena adalah daerah pertama yang mempraktikkan perbudakan. Hal itu terjadi sekitar tahun 600 SM. Diperkirakan sekitar 100 ribu penduduk Athena adalah para budak. Itu berarti meliputi hampir sepertiga hingga setengah penduduk Athena adalah budak. Setiap penduduk Athena kecuali yang teramat miskin“ memiliki minimal satu budak. Pun, ketika proses pemerintahan demokrasi berlangsung, perbudakan itu masih terus berjalan. Bahkan filsuf terkenal Plato memiliki 50 budak. Ia juga memiliki ratusan budak yang disewakan pada orang lain. Ironis, padahal Plato adalah salah satu konseptor negara demokrasi.
Nyatanya, Athena bukanlah sebuah negara yang beradab. Slogan demokrasi yang sering menjulang dengan kata-kata liberte, fraternite, dan egalite, tidak pernah terwujud di Athena. Para ahli sejarah mencatat bahwa Athena adalah daerah pertama yang mempraktikkan perbudakan. Hal itu terjadi sekitar tahun 600 SM. Diperkirakan sekitar 100 ribu penduduk Athena adalah para budak. Itu berarti meliputi hampir sepertiga hingga setengah penduduk Athena adalah budak. Setiap penduduk Athena kecuali yang teramat miskin“ memiliki minimal satu budak. Pun, ketika proses pemerintahan demokrasi berlangsung, perbudakan itu masih terus berjalan. Bahkan filsuf terkenal Plato memiliki 50 budak. Ia juga memiliki ratusan budak yang disewakan pada orang lain. Ironis, padahal Plato adalah salah satu konseptor negara demokrasi.
Perbudakan
juga terus berlanjut meski seorang budak telah dimerdekakan. Caranya, seorang
budak yang telah dimerdekakan tidak dapat disebut sebagai “orang merdeka” (free
person), melainkan “orang yang dimerdekakan” (freed person) atau dalam istilah
Yunani ia disebut sebagai metic. Seorang freed person memiliki hak yang lebih
sedikit daripada orang merdeka.? Mereka tidak dapat menduduki posisi di
pemerintahan dan mereka juga harus membayar pajak spesial.
Bagaimana
dengan hak-hak politik di Yunani? Para sejarawan menuliskan bahwa demokrasi
Yunani tetap bertumpu pada aristokrasi (kaum ningrat/bangsawan), hanya penduduk
dari kalangan atas saja yang diperbolehkan mengikuti pemilu. Maka, demokrasi
yang dipraktikkan di Yunani tidak lebih dari sekedar rezim aristokrat.
Nasib
kaum wanita yang konon bakal lebih berharga dengan demokrasi, juga tak terbukti
di Athena. Bila dibandingkan dengan kondisi sosial saat itu, kaum wanita Athena
hanya satu tingkat lebih sedikit di atas para budak. Sejak mereka lahir mereka
tidak diharapkan untuk belajar membaca dan menulis. Tentang belajar membaca dan
menulis bagi wanita, filsuf Yunani Menander menulis, “Mengajarkan seorang
wanita membaca dan menulis? Mengerikan! Itu sama saja seperti memberikan umpan
seekor ular berbisa dengan racun yang lebih banyak.” Pengarang dan filsuf lain
pun berpendapat sama tentang wanita.
Kaum
wanita di Athena terbagi menjadi tiga kelas. Yang paling rendah adalah para
budak wanita, mereka melakukan berbagai pekerjaan kasar di sektor domestik
(rumah), dan membantu istri majikan mereka mengasuh anak. Kelas kedua adalah
para wanita penduduk biasa. Sedangkan kelas ketiga – yang paling teratas –
adalah yang dikenal dengan sebutan Hetaerae. Tidak seperti kelompok pertama dan
kedua, kaum Hetaerae mendapatkan pelajaran membaca, menulis, dan musik. Hanya
saja, kalangan wanita Hetaerae ini sebenarnya tidak lebih dari kaum pelacur
kelas atas.
Itulah
demokrasi Athena, melestarikan perbudakan dan menghinakan kaum wantia.
Demokrasi Modern
Bisa saja para aktivis pro-demokrasi beralibi kalau itu semua adalah fase awal demokrasi. Sehingga dapat dimaklumi bila masih terwarnai nuansa primitif. Lagipula demokrasi adalah suatu ide yang berkembang sesuai dengan dinamika jaman dan kehidupan manusia.
Bisa saja para aktivis pro-demokrasi beralibi kalau itu semua adalah fase awal demokrasi. Sehingga dapat dimaklumi bila masih terwarnai nuansa primitif. Lagipula demokrasi adalah suatu ide yang berkembang sesuai dengan dinamika jaman dan kehidupan manusia.
Alibi itu
terlalu berlebihan. Karena demokrasi modern pun masih menyisakan berbagai
praktik anti-kemanusiaan seperti di Athena. Perbudakan misalkan, terjadi di
Amerika Serikat, negara kampiun demokrat. Bahkan ia. Hal ini tercantum dalam
amandemen XIII butir pertama dari konstitusi AS:
“Neither
slavery nor involuntary servitude, except as a punishment for crime whereof the
party shall have been duly convicted, shall exist within the United States, or
any place subject to their jurisdiction.”
(Baik
perbudakan ataupun kerja paksa, kecuali sebagai hukuman atas kejahatan yang
sudah pasti, diperbolehkan eksis di AS, atau tempat manapun yang merupakan
wilayah hukumnya).
Para
founding father (pendiri negeri) Paman Sam itu juga mempraktikkan perbudakan di
tengah-tengah seruan kemerdekaan dan demokrasi. George Washington contohnya,
pada usia 11 tahun ia sudah memiliki 10 budak. Di usia 22 ia mempekerjakan
dengan paksa 36 budak. Saat ia mati di AS ada sekitar 316 budak, dan 123 di
antaranya adalah miliknya.
Hebatnya,
untuk menutupi aib memalukan tersebut, pemerintah AS membangun Monumen Liberty
Bell Center – monumen kemerdekaan AS — di Philadelphia bersebelahan dengan
area bekas George Washington menempatkan para budaknya.
“Sejarah
kita sering direkayasa dan dimanipulasi (tapi) kebenarannya telah dibunuh di
Philadelphia,” komentar Nash, seorang profesor sejarah di UCLA dan seorang
pakar Revolusi Amerika.
Thomas
Jefferson, salah seorang founding father AS sekaligus presiden pertama, malah
bertindak lebih parah. Ia berselingkuh dengan salah seorang budaknya, Sally
Hemmings, hingga menghasilkan dua orang anak. Ironi, karena Jefferson dipuja
rakyat AS sebagai seorang pahlawan anti tiran. Salah satu ucapannya yang
terkenal masih diabadikan oleh para pelajar di AS.
“Aku
telah bersumpah di depan altar Tuhan untuk melakukan perlawanan terus menerus
terhadap setiap bentuk tirani yang berada dalam pikiran manusia.”
Soal
diskriminasi terhadap kaum wanita juga masih dipraktikkan oleh demokrasi
modern. Menjelang pemilu 5 April 2004 berbagai tuntutan terhadap hak-hak
politik perempuan juga masih berkumandang. Sebagian feminis menuntut kuota 30%
kursi di legislatif untuk kaum wanita. Bukankah ini tanda kaum wanita masih
terdiskriminasi?
?
?
Khatimah
Jelaslah bahwa demokrasi adalah sebuah ide yang cacat sejak lahir. Ia mempraktikkan dan mengesahkan kegiatan anti-kemanusiaan. Terlebih lagi dasar pijakan dari demokrasi adalah sekulerisme, pemisahan agama dari kehidupan. Untuk membela asasnya itu, demokrasi kerap melakukan hal-hal yang tidak sejalan dengan prinsip demokrasi, namun disahkan olehnya.
Jelaslah bahwa demokrasi adalah sebuah ide yang cacat sejak lahir. Ia mempraktikkan dan mengesahkan kegiatan anti-kemanusiaan. Terlebih lagi dasar pijakan dari demokrasi adalah sekulerisme, pemisahan agama dari kehidupan. Untuk membela asasnya itu, demokrasi kerap melakukan hal-hal yang tidak sejalan dengan prinsip demokrasi, namun disahkan olehnya.
Hal ini
terbukti di Turki. Tahun 1960 PM Adnan Mandaris, pengganti Mustafa Kemal, dari
Partai Demokrasi pernah berusaha mengadopsi kemabli Islam dalam masyarakat
Turki. Mandaris memperbolehkan azan kembali dikumandangkan dalam bahasa Arab
(sebelumnya dalam bahasa Turki, lafadz Allahu Akbar menjadi Allahu Buyuk),
merenovasi mesjid yang rusak, membuka kembali fakultas ushuluddin, dan
menghidupkan lagi lembaga tahfidzul Qur’an.
Namun
tidak lama kemudian, muncul tentangan dari kalangan militer. Mereka menganggap
kebijakan Mandaris membahayakan sekulerisme dan demokrasi. Akhirnya pemerintahan
Mandaris dikudeta pada tahun yang sama. Mandaris bersama Ketua Parlemen
Bulatuqan dan Menteri Luar Negeri Fatin Zaurli dihukum mati.
Maka,
berharap adanya perubahan menuju kehidupan yang Islami dengan jalan demokrasi,
ibarat menggantang asap, melakukan sesuatu yang sia-sia. Karenanya kaum
muslimin harus sadar bahwa demokrasi telah membunuh karakter Islam dan kaum
muslimin. Hanya dengan dakwah Islam-lah kejayaan Islam akan kembali bangkit.
0 Comments